Senin, 31 Januari 2011

2010-2011

Nyaris setiap orang yang saya temui, kira-kira lebih dari tujuh orang, bercerita sambil bermuram durja kalau tahun 2010 yang baru lalu merupakan tahun yang cukup sulit. Tahun yang tidak terlalu nyaman.
Awalnya saya berkeinginan menuliskan kalimat yang indah dan mengusung pesan yang positif di status Facebook menjelang akhir tahun, tetapi saya urungkan niat itu karena sejujurnya tahun lalu bukanlah tahun yang juga terlalu baik buat saya.
Bahwa saya bisa tetap sehat-sehat saja, masih bisa menikmati hidup sampai di penghujung tahun, saya bersyukur karenanya. Tetapi harus saya akui, itu tak senikmat dua tahun lalu. Meski, ada satu teman yang mengatakan kalau target pendapatannya jauh lebih baik dari dua tahun lalu.
Sulit
Apakah sulit itu? Itu yang menjadi pertanyaan buat saya setelah mendengar manusia yang berkeluh dan melihat muka yang bermuram durja. Sulit adalah sebuah keadaan tercapainya sebuah cita-cita atau apa pun itu dengan banyak rintangan. Dengan kata lain, berhasil sambil terengah-engah. Berbeda dengan gagal. Sama sekali tak mencapai apa yang dicita-citakan.
Pertanyaan berikutnya. Mengapa sulit? Jawabannya akan sejuta banyaknya. Faktor yang memengaruhi bisa jadi sama banyaknya. Saya sebagai manusia yang terbatas dalam segalanya, mulai mengevaluasi mengapa keadaan saya itu sulit. Saya bukan peramal, bukan juga manusia dari dunia keuangan yang bisa peka kalau kondisi ekonomi bisa buruk atau tidak buruk.
Sudah lama saya tak mendengar kalimat walk the talk itu. Maka saya mengevaluasi kalimat itu dan dihubungkan dengan kondisi tahun lalu yang sulit itu. Hasil evaluasi itu menyimpulkan bahwa saya kebanyakan talk-nya. Dari tujuh target yang saya canangkan untuk dicapai, hanya dua yang berhasil.
Target yang saya canangkan itu ternyata banyak yang tak masuk akal. Yaa...karena kebanyakan ngomong dan kebanyakan maunya. Walk itu adalah sebuah aktivitas yang harus dijalankan agar yang talk itu bisa terealisasi. Nah, tahun lalu selain saya malas, saya tak melihat kondisi sendiri. Baru saya sadari kalau keadaan sulit itu muncul karena kebanyakan ngomong dan kebanyakan alasan untuk tidak walk.
Saya dulu berkata seperti banyak orang lainnya kalau usia yang bertambah tak akan menghalangi apa pun. Belajar bisa sampai tua. Berbisnis sampai bepergian, selama masih bisa bergerak, juga bisa dilakukan. Lha wong saya sendiri pernah melihat dengan mata kepala sendiri sepasang manusia uzur bepergian di kota singa tanpa bantuan siapa pun, meski bingung membaca peta dan berakhir dengan pertengkaran kecil di antara keduanya.
Tidak sulit
Saya lupa kalau sekarang ini kondisi saya berbeda. Tak sama seperti masih muda dulu. Kalau dulu, mata bisa jelas melihat dan kuat membaca. Sekarang membutuhkan kacamata. Dulu saya pikir saya tak akan pikun. Sekarang pikunnya setengah mati. Kehilangan kacamata itu sudah bagian dari hidup saya sehari-hari. Petugas di optik langganan sudah tahu benar kalau saya sampai muncul di depan mereka, itu pasti mau beli kacamata baru. Itu baru soal kacamata, telepon genggam pun sering raib entah ke mana.
Dulu saya sehat, sekarang dengan penyakit ini dan itu, mau bepergian saja saya dibuat berpikir sejuta kali, terutama ke tujuan yang tak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Bagaimana kalau ini terjadi, kalau itu terjadi. Dulu, mau ada fasilitas kesehatan kek, mau enggak ada ini kek, pergi aja dulu. Nanti kan ada saja jalan keluarnya.
Nah, tahun 2011, saya mau menjadikan tahun yang tidak sulit. Saya yang punya andil besar untuk membuat sebuah tahun yang saya jalani itu sulit atau tidak sulit. Sering saya lupa untuk melihat ke dalam saya. Saya malah acapkali disibukkan melihat ke luar dan membiarkan diri untuk terpesona melihat kondisi orang lain.
Kemudian dengan mulut yang kebanyakan ngomong ini, saya mulai memasangkan target yang sama dengan orang lain. Pesona luar itu tak bisa disalahkan. Saya yang mesti hati-hati memilah-milah pesona itu. Awalnya pesona dari luar itu sebagai sebuah cambuk, mereka bisa, mengapa saya tidak bisa. Saya sering lupa manusia punya kemampuan yang berbeda-beda. Teman saya menambahkan, nasib orang juga berbeda-beda.
Soal nasib saya bukan ahlinya. Saya sekarang ini mau lebih realistis, membumi. Saya harus mulai menebang banyaknya alang-alang sebelum saya menentukan apa yang ingin saya capai tahun ini. Saya tak bisa mencapai target dengan jalan yang dipenuhi dengan alang-alang itu.
Tahun sulit atau tidak sulit tergantung dari seberapa banyak saya mampu menebas alang-alang itu. Menebas mulut saya yang cepat bicara lambat merealisasikannya. Nah, kalau sudah saya tebas, kalau saya sudah realistis, dan walk the talk sudah saya jalani, saya akan bersyukur karenanya.
Kalau saya berhasil menebas alang-alang itu, mau nanti ada tahun kelinci yang meloncat-loncat atau sekian tahun lagi ada macan mengaum, saya bisa dengan tenang menjalani hari-hari sebanyak tiga ratus lebih enam puluh sekian hari itu. 
(Sumber: KOMPAS, 16-1-2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.